Diposkan pada Catatan

Kamu Punya Impian?

Catatan: Cerita ini mengandung thriller, tidak untuk ditiru, tetapi untuk diresapi. Silakan membaca.

Semua orang pasti memiliki impian. Bahkan sedari kecil, mereka disuguhi dengan dunia khayalan yang mereka anggap adalah impian. Tak heran, mengejar impian menjadi sesuatu yang harus dilakukan selama hidup mereka. Tak ada kata menyerah, meraih dengan segala cara akan mereka lakukan.

Beranjak dewasa, impian menjadi obsesi mereka. Tak berhasil kejar impian adalah pecundang yang tak berhak lagi hidup di dunia ini. Mereka yang berhasil mengejar impian dengan segala cara akan diagung-agungkan. Padahal impiannya tak jauh dari uang.

Hidup makmur berlimpah uang bisa dibilang sudah sukses mengejar impian. Mereka akan leha-leha dan menindas yang lemas, bahkan meludahi orang-orang pecundang.

Apakah impian memang hanya didedikasi untuk mengejar uang yang berlimpah?

Ketika ada seorang anak merenungi impiannya yang sederha, yakni ingin menjadi penulis. Semua orang menertawakannya, mencemoohnya. “Bagaimana bisa menjadi seorang penulis adalah impian? Konyol, dia mau makan apa? Dengan imajinasi-imajinasi yang selalu dibuatnya?”

Saat anak tersebut beranjak dewasa, hidupnya masih saja pas-pasan. Makan dengan pas. Ngontrak rumah dengan pas. Sekolah dengan biaya pas. Gaya hidup dengan pas. Tapi impiannya menjadi penulis tinggal selangkah lagi.

Anak tersebut semakin rajin berkarya. Lihat! Semua dinding kamarnya dilabeli footnote outline cerita yang dibuatnya. Orang tuanya sudah malas menasihatinya hingga berbusa untuk mencari profesi yang layak dan menghasilkan uang yang berlimpah.

Saat anak sudah menerbitkan karyanya dengan uang tabungannya, orang tuanya meledak. “Hey, anak kurang ajar. Sudah dibiarkan sekolah tinggi tapi ini balasanmu? Profesimu hanya menghabis-habiskan uang. Bagaimana bisa kamu melakukan ini? Hidup kita susah ditambah susah.”

Sang anak terdiam, tanpa mata yang bercahaya, sang anak mengambil buku terbitannya. Dia berjalan menyusuri rumah para tetangga yang mengagung-agungkan anaknya telah berhasil menggapai impian. Tanpa disadari, dia sudah berada di jembatan kali. Tanpa ekspresi dia menceburkan bukunya dan dirinya. Impiannya pun ikut terhanyut bersama derasnya air kali yang hampir meluap. Dalam gumamnya dia berkata, “Terima kasih telah membiarkanku hidup dan mengejar impianku.”

Beberapa hari kemudian, ditemukan mayat di aliran kali tersebut tengah memeluk sebuah buku. Karena warga begitu terkejut dan banyak yang mengabadikannya lewat media sosial, pihak berwajib pun memutuskan datang ke TKP. Saat polisi datang, polisi mengamati buku tersebut, barangkali memang ada petunjuk atas kematian korban. Penemuan tersebut menjadi viral dan banyak orang yang tertarik membaca buku tersebut, ya barangkali mereka menemukan spekulasi kematian si empunya.

Sayang, buku itu hanya dibolak-balik saja tanpa dipahami isinya. Mereka pun mendengus, “Siapa pula yang akan membaca buku berjudul Impian? Buku khayalan yang tak ada ilmunya.”

Orang-orang yang minat dengan viral tersebut mulai kesal karena merasa waktu mereka terbuang sia-sia hanya karena sebuah buku khayalan yang dipeluk begitu erat oleh si mayat.

Tak ada yang tahu, di epilog buku itu terdapat satu kalimat peninggalan jejak si mayat yang juga sebagai si penulis buku Impian. “Akan lebih baik jika impian tak melulu di sejajarkan dengan uang agar hidup sang pemimpi bukanlah omong kosong.”

Penulis:

Wanita sederhana yang menyukai sastra dan gim. Selain itu, juga menjadi anggota aktif dari One Day One Post. Bisa dihubungi melalui IG: @dyah_dita. Salam literasi.

4 tanggapan untuk “Kamu Punya Impian?

Tinggalkan komentar